Loading

Salah satu dari sepuluh perguruan silat yang mendapat predikat Perguruan Historis adalah Perisai Diri, karena mempunyai peran besar dalam sejarah terbentuk dan berkembangnya Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI).

Jika ingin mengetahui latar sejarah Perisai Diri, kita tidak bisa melepaskan diri dari riwayat pendirinya, (Alm) RM Soebandiman Dirdjoatmodjo. Beliau adalah putra RM Pakoe Soedirdjo, bangsawan Keraton Paku Alaman, Yogyakarta. Keluarga Pak Dirdjo (demikian panggilan akrabnya) mengharapkan dirinya bisa menjadi guru ketika dewasa. Alasannya, profesi guru memiliki derajat yang mulia di tengah masyarakat.

Namun, Dirdjo kecil yang saat kecilnya dipanggil Soebandiman atau Bandiman ini telah menunjukkan bakatnya di bidang silat. Pada usianya yang masih belia, Dirdjo kecil telah menguasai banyak jurus yang diajarkan di Keraton Paku Alaman, dan telah ditunjuk oleh temanteman seperguruannya sebagai pelatih.

Saat beranjak remaja, Pak Dirdjo merasa belum puas dengan ilmu silat yang telah didapatkannya di lingkungan istana Paku Alaman itu. Karena ingin meningkatkan kemampuan ilmu silatnya, setamat HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool) atau sekolah menengah pendidikan guru setingkat SMP, beliau meninggalkan Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan berjalan kaki. Tempat yang dikunjunginya pertama adalah Jombang, Jawa Timur.

Mengapa Jombang? Saat itu Pak Dirdjo beralasan, Jombang adalah kota ilmu, banyak pondok pesantren di sana. Biasanya, selaian diajarkan ilmu agama, para santri juga diajarkan ilmu silat. Di sana beliau belajar silat pada KH Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama dan lainnya diperoleh dari Pondok Pesantren Tebuireng. Di samping belajar, beliau juga bekerja di Pabrik Gula Peterongan untuk membiayai keperluan hidupnya.

Setelah merasa cukup lama di Jombang, pemuda Soebandiman kembali berkelana. Kali ini ia kembali ke barat. Ia menuju Solo, dan kembali belajar silat pada Sayid Sahab. Beliau juga belajar kanuragan pada kakeknya, Ki Jogosurasmo. Setelah selesai Solo, ia melanjutkan perjalanan ke Semarang, untuk berguru kepada Bapak Soegito yang beraliran Setia Saudara (SS).

Belum merasa puas, Pak Dirdjo kembali melanjutkan pengembaraannya, dan mempelajari ilmu kanuragan di Pondok Randu Gunting Semarang. Rasa keingintahuan yang besar pada ilmu beladiri menjadikan Pak Dirdjo masih belum merasa puas dengan apa yang telah beliau miliki. Dari         sana       beliau    menuju Cirebon setelah singgah terlebih dahulu di Kuningan. Di sini beliau belajar lagi ilmu silat dan kanuragan dengan tidak bosan-bosannya selalu

menimba ilmu dari berbagai RM Soebandiman Dirdjoatmodjo guru. Selain itu beliau juga belajar silat Minangkabau dan silat Aceh.

Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya membuat beliau tidak bosanbosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti mempelajari hal yang baru dan menambah ilmu. Beliau yakin, bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik, maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Beliau pun mulai meramu ilmu silat sendiri. Pak Dirdjo lalu menetap di Parakan, Banyumas, dan membuka perguruan silat dengan nama Eko Kalbu, yang berarti satu hati.

Di tengah kesibukan melatih, beliau bertemu dengan seorang pendekar Tionghoa yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie (Shaolinshi), Yap Kie San namanya. Yap Kie San adalah salah seorang cucu murid Louw Djing Tie dari Hoo Tik Tjay. Menurut catatan sejarah, Louw Djing Tie merupakan seorang pendekar legendaris dalam dunia persilatan, baik di Tiongkok maupun di Indonesia, dan salah satu tokoh utama pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Dalam dunia persilatan, Louw Djing Tie dijuluki sebagai Si Garuda Emas dari Siauw Liem Pay. Saat ini murid-murid penerus Louw Djing Tie di Indonesia mendirikan perguruan kungfu Garuda Emas.

Pak Dirdjo berpandangan, menuntut ilmu tidak boleh memandang usia dan suku bangsa. Ia pun mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem (Shaolin) ini dari Yap Kie San selama 14 tahun. Beliau diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa tetapi melalui pertarungan persahabatan dengan murid Yap Kie San. Melihat bakat Pak Dirdjo, Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid.

Pada tahun 1947 di Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi Pegawai Negeri pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Seksi Pencak Silat, yang dikepalai oleh Mochammad Djoemali. Berdasarkan misi yang diembannya untuk mengembangkan pencak silat, Pak Dirdjo membuka kursus silat melalui dinas untuk umum.Setelah puas merantau, beliau kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki Hajar Dewantoro (tokoh Pendidikan) yang masih pamannya, meminta Pak Dirdjo mengajar silat di lingkungan Perguruan Taman Siswa di Wirogunan. Di tengah kesibukannya mengajar silat di Taman Siswa, Pak Dirdjo mendapatkan pekerjaan sebagai Magazijn Meester di Pabrik Gula Plered.

Beliau juga diminta untuk mengajar di Himpunan Siswa Budaya, sebuah unit kegiatan mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Mada). Murid-muridnya adalah para mahasiswa UGM pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya.

Tahun 1954 Pak Dirdjo diperbantukan ke Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, Urusan Pencak Silat. Murid-murid beliau di Yogyakarta, baik yang berlatih di UGM maupun di luar UGM, bergabung menjadi satu dalam wadah HPPSI (Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia) yang diketuai oleh Ir Dalmono.

Tahun 1955 beliau resmi pindah dinas ke Kota Surabaya. Dengan tugas yang sama, yakni mengembangkan dan menyebarluaskan pencak silat sebagai budaya bangsa Indonesia, Pak Dirdjo membuka kursus silat yang diadakan di Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Dengan dibantu oleh Imam Romelan, beliau mendirikan kursus silat PERISAI DIRI pada tanggal 2 Juli 1955.

Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai silat Perisai Diri. Di sisi lain, murid-murid perguruan silat Eko Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo masih berhubungan dengan beliau. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo dan Yogyakarta. Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.

Silat Perisai Diri merupakan perpaduan berbagai aliran atau teknik beladiri yang telah diambil intisarinya dan disesuaikan dengan anatomi dan kebutuhan manusia. Gerakan dan jurus silat Perisai Diri pun mudah dimengerti dan gampang dipelajari oleh murid-muridnya. Teknik dan jurus-jurus yang diolah dan digabung itu antara lain: Jawa Timuran, Minangkabau, Betawi, Cimande, Burung Mliwis, Burung Kuntul, Burung Garuda, Kuda Kuningan, Linsang, Harimau, Naga, Satria Hutan, Satria, Pendeta, Putri Bersedia, Putri Berhias, Putri Teratai, dan Putri Sembahyang.

Perisai Diri memiliki motto “Pandai Silat tanpa Sakit”. Hingga kini motto ini masih tetap dipakai dan menjadi landasan Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai Diri dalam mengembangkan warisan budaya bangsa Indonesia. Bahkan saat ini silat Perisai Diri juga menyebar ke berbagai negara. Di Australia, Kelatnas Indonesia Perisai Diri mulai dikembangkan di Brisbane pada tahun 1979 oleh Dadan Muharam, seorang pelatih Perisai Diri Cabang Bandung. Perisai Diri berkembang pesat di Australia dengan cabang di berbagai daerah, di antaranya yaitu di Tarragindi, Kuraby, Logan, Ashmore, Burleigh Heads, Springbrook, Maleny, Nambour, Noosaville, Yandina, Gympie, Townsville, Coffs Harbour, Newcastle, Moruya Heads, Melbourne, Adelaide, Perth, dsb.

Kelatnas Indonesia Perisai Diri juga dikembangkan di Belanda oleh Ronny Tjong A-Hung sejak tahun 1979. Saat ini Perisai Diri Belanda telah berkembang dengan tempat latihan di Amsterdam, Hilversum, Maarssen, Nieuwegein, Utrecht, dan sebagainya. Pada tahun 1983, salah satu pelatih silat Perisai Diri yaitu Otto Soeharjono MS pindah tugas ke London, Inggris. Beliau mendirikan Kelatnas Indonesia Perisai Diri Komisariat Inggris Raya dan menjadi pelopor PSF UK (Pencak Silat Federation of United Kingdom).

Both Sudargo, salah satu pendekar silat Perisai Diri yang pernah menjabat sebagai Pengurus Bidang Pembinaan Pencak Silat Olahraga PB IPSI, pada tahun 1996 ditugaskan oleh pemerintah sebagai Atase Perhubungan di Kedutaan Besar RI di Tokyo, Jepang. Di negeri yang dikenal sebagai pusat beladiri dunia ini, beliau berhasil mengembangkan pencak silat dengan mendirikan JAPSA (Japan Pencak Silat Association). Dengan dibantu oleh Soesilo Soedarmadji, beliau mendirikan Kelatnas Indonesia Perisai Diri Komisariat Jepang.

Sumber : Kampung Silat Jampang