Perguran Pencak Silat Beksi Tradisional Merah Delima (BMDI)

Loading

Pencak Silat tidak bisa lepas dari masyarakat Betawi. Ia telah mewarnai kehidupan masyarakat yang mendiami Sunda Kelapa atau Jayakarta sejak beberapa abad lalu. Dahulu, silat menjadi ilmu yang “wajib” dipelajari bagi anak muda Betawi. Selain untuk membekali diri ketika berhadapan dengan centeng, tuan tanah, dan kompeni,

Sama seperti aliran silat tradisional lainnya yang namanya merujuk pada suatu daerah asal, seperti Cimande dan Cikalong, banyak aliran silat Betawi yang merunut pada asal kampung atau daerah perkembangannya. Selain itu, masyarakat Betawi juga lebih sering mengidentifikasi dirinya berdasarkan lokalitas mereka dalam pergaulan sehari-hari, seperti orang Rawa Belong, orang Kemayoran, dan orang Senen. Demikian aliran silat mereka, kerap kali merujuk pada daerah-daerah itu, atau pada nama orang yang mengembangkannya.silat juga sering dipertunjukkan saat menggelar hajatan pernikahan. Bahkan, hingga saat ini, tradisi “Palang Pintu” yang menampilkan atraksi silat masih terus bertahan.

Sebagai kota perniagaan, sejak awal masyarakat Jayakarta sangat majemuk. Betawi sendiri bisa dibilang etnis yang lahir belakangan di Jayakarta, atau kini disebut Jakarta.

Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan kelompok etnis lainnya yang lebih dahulu hidup di Jakarta seperti Jawa, Sunda, Arab, Ambon, dan Melayu. Etnis ini diperkirakan baru terbentuk pada awal abad ke-19.

Kemajemukan ini berimplikasi pada akulturasi budaya, seni, adat istiadat, termasuk ilmu beladiri. Aliran silat Betawi banyak yang diwarnai oleh aliran silat lain seperti Cimande dari Sunda, Sabandar dari Melayu, dan Kuntau dari Tiongkok. Silat Beksi adalah salah satu aliran silat yang cukup dipengaruhi oleh ilmu beladiri China atau Tiongkok. Ia dikembangkan oleh murid-murid Lie Cheng Oek.

Syahdan, ada seorang petani keturunan China bernama Lie Cheng Oek (ada beberapa versi penulisan nama ini seperti Li Ceng Ok dan yang lainnya). Ia tinggal di sebuah desa di Dadap, Tangerang. Lie yang memiliki ilmu beladiri warisan leluhurnya, bersengketa dengan petani pribumi soal saluran air di sawah mereka. Karena keduanya memiliki ilmu beladiri, perselisihan itu pun berlanjut menjadi perkelahian. Namun, sebelum bertarung, mereka membuat perjanjian “Siapa yang kalah harus berguru kepada si pemenang”. Tradisi ini lazim di masa lalu, pesilat yang kalah akan berguru kepada yang menang, sebagai bentuk pengakuan dan sportifitas.

Setelah pertarungan sengit berakhir, petani pribumi itu mengakui keunggulan Lie. Ia pun harus memenuhi janji yang pernah diikrarkan. Sayangnya, ia merasa sudah terlalu renta untuk belajar ilmu beladiri lagi, sehingga ia mengutus anaknya yang bernama Marhali untuk berguru kepada Guru Lie. Marhali pun belajar hingga mahir menggunakan ilmu silat yang khas menggunakan kepalan tangan terbalik ini. Dari sini ilmu silat warisan Guru Lie kian santer terdengar. H. Ghozali yang datang dari Petukangan pun menjajal silat Marhali, dan akhirnya belajar kepadanya.

Ghozali yang kembali ke Petukangan, menularkan ilmu silatnya kepada teman-temannya, di antaranya H Hasbullah. Merasa masih haus ilmu silat, Kong Has, demikian ia akrab disapa, meniti perjalanan ke Dadap untuk menuntut ilmu langsung dari guru H. Ghozali, yaitu Marhali dan kemudian juga sempat belajar langsung kepada Guru Lie.

Hasbullah, adalah salah satu pendekar Beksi yang populer. Di tangannya pula, aliran silat ini semakin berkembang pesat, terutama di Jakarta dan sekitarnya. Kong Has, wafat pada 14 November 1989 dalam usia 126 tahun. Sebelum wafat Kong Has pun mengamanahkan ilmu silat Beksi kepada menantunya, Sabenuh Masir (Babeh Benuh), untuk melanjutkan dan mengembangkan silat Beksi.Cimande dari Sunda, Sabandar dari Melayu, dan Kuntau dari Tiongkok

Cerita di atas hanyalah salah satu versi dari sekian banyak cerita yang ada tentang sejarah silat Beksi. Cerita-cerita itu dituturkan secara lisan dari generasi ke generasi, sehingga tak jarang ada perbedaan yang mendasar antara satu cerita dengan cerita lainnya.

Secara harfiah, “BEKSI” diadopsi dari dua kata dalam bahasa Tionghoa, yaitu Bie yang berarti “pertahanan”, dan Si yang berarti “empat”. Jadi, BEKSI itu bisa dimaknai dengan Pertahanan dari Empat penjuru. Belakangan, BEKSI juga menjadi akronim dari “Berbaktilah Engkau Kepada Seruan Ilahi“. Ada pula yang memberi singkatan lainnya, yaitu “Berbaktilah Engkau Kepada Semua Insan”. Filosofi ini merupakan seruan aplikasi perbuatan baik yang wajib di jalani setelah seseorang belajar Beksi.

Sesuai namanya yang semula, jurus-jurus dari silat Beksi didominasi oleh gerakan yang menghadap empat penjuru mata angin. Gerakan dalam silat Beksi murni menggunakan fisik. Jurus-jurusnya didominasi oleh gerakan tangan yang cepat untuk melumpuhkan musuh. Sedikitnya ada 12 jurus, 9 formasi, dan 6 jurus kembangan yang harus dikuasai dalam ilmu silat Beksi.

Salah satu murid Babeh Nuh, Muali Yahya, merupakan tokoh penting dalam pengembagan silat Beksi. Kini ia mendirikan perguruan Beksi Merah Delima Indonesia (BMD). Di bawah kepemimpinan Bang Ali, demikian ia biasa disapa, silat Beksi sangat berkembang. Ia juga juga sangat aktif membawa Beksi menjalin silaturrahmi dengan perguruan- perguruan silat lain. Bahkan, Beksi kerap mengikuti pertukaran antarbudaya di berbagai provinsi.

Perguruan silat BMDI bermarkas di Jl. Gandaria 2 Bawah No. 34 Kel. Jagakarsa Kec. Jagakarsa Jakarta Selatan. BMDI sekarang dipimpin oleh Ketua Umum Ali Sobirin, dengan tiga orang Dewan Guru yaitu Abdurahman, Wahyudi, dan Suprya Wahyu, serta satu orang Guru Tama yaitu Muali Yahya.

Kekhasan yang terdapat dalam BMDI yang merupakan seni bela diri asal Betawi ini terletak pada kekuatan tangan, kecepatan, dan kekuatan untuk melawan serangan dari 4 penjuru dengan pukulan kepalan tangan yang terbalik. Adapun jurus andalan atau yang paling masyhur dari perguruan silat ini meliputi Beksi Dasar, Gedik, Tancep, Cauk, Lokbeh, Beksi Satu, Broneng, Tingkes, Kebut, Bandut, Petir, Silem, Bolang Baling, , Tunjang, Segitiga, Janda Berhias, Jalur Renda, dan Tajur Halang.

Banyak makna dan nilai yang terkandung dalam setiap gerakan, ajaran, maupun jurus-jurus di atas.  Setidaknya, semua jurus di perguruan ini terangkai dalam tiga kata, yaitu rasa, reaksi, dan gerak. Dalam pengajaran ilmu silatnya, BMDI tidak saja menekankan pada jurus-jurus yang mematikan, melainkan juga diperkaya dengan wejangan spiritual yang penuh makna. Seusai latihan, sang guru biasanya memberikan taushiyah, baik yang berkaitan dengan keagamaan, juga mengenai etika dan adab dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, pesilat Beksi tidak saja pandai memainkan jurus, memiliki kekuatan fisik dan beladiri yang mumpuni. Para pendekar Beksi diharapkan menjadi figur yang tangguh secara fisik serta mantap secara moral dan spiritual, juga bisa bermanfaat dan membawa kedamaian tuk dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya dimanapun dia berada.

Sumber : Kampung Silat Jampang

Lewat Manajemen Perguruan Silat: KSJ Sasar Banyak Aspek Kehidupan

Loading

 

Dompet Dhuafa Post Image
Herman Budianto, selaku Ketua Kampoeng Silat Jampang (KSJ) Dompet Dhuafa mengutarakan betapa pentingnya manajemen perguruan silat dengan perkembangan silat itu sendiri. Ia mengutarakan hal tersebut dalam acara “Silaturahim Silat Tradisional Indonesia 2019″

“Kita sering berinteraksi dan kami melihat mereka sangat tradisional. Sampai tradisionalnya semua pengaturan masih berada di satu orang, satu guru. Tidak ada manajemen. Dampaknya bisa buruk bagi dunia silat. Kalau gurunya meninggal, maka semua ilmu akan terbawa meninggal bersama gurunya. Maka dari situ harus ada perbaikan. Kita harus mengubah tradisional ini menjadi lebih modern. Kita kenalkan dengan konsep organisasi. Kita ajak mereka mengurus badan hukum entah dari yayasan atau perkumpulkan. Kita siapkan pelatihan untuk membuat organisasi tadi. Kita kenalkan visi-misi, tujuan, hingga kurikulum,” ujar Herman, ketika ditemui di Padepokan Pencak Silat Indonesia, Pinang Ranti, Makassar, Jakarta Tmur.

Silat di mata sebagian masyarakat juga masih belum dianggap penting. Lantaran dengan melekatnya stigma dunia silat dengan sifat mistis, mendorong sebagian masyarakat menjauhkan diri dari silat.

“(Stigma) mistis masih melekat. Untuk itu kita perlu mengenalkan silat lebih jauh dengan pendekatan filosofis dan manajerialnya. Kita juga sudah beberapa kali melakukan pembicaraan dengan anggota dewan, dinas pendidikan, dinas pariwisata. Menyampaikan konsep-konsep kurikulum silat. Sehingga mengusulkan tidak hanya menjadi ekstrakulikuler, tapi menjadi muatan lokal. Namun ini memang masih proses,” lanjutnya.

Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan menggeluti silat. Baik segi ekonomis, akademik, seni dan lain-lain. Coba tengok Iko Uwais, melalui silat ia mengenalkan seni bela diri ke dalam film yang telah dinikmati tidak hanya orang Indonesia, tetapi juga mancanegara.

“Melalui seminar bedah buku dan acara ‘Silaturahim Silat Tradisional Indonesia 2019’ ini diharapkan menambah komitmen kita tuk tetap bersemangat melestarikan silat tradisional Indonesia. Harapannya di akhir 2019, silat diakui menjadi kekayaan budaya Indonesia oleh UNESCO,” terang Sahrawardi, selaku Ketua Panitia.

Hadir pula pegiat-pegiat hebat dunia silat seperti Mayjend TNI (Purn) Dr. H. Eddie M. Nalapraya (Bapak Pencak Silat Dunia), Khairul Jasmi (Komisaris PT.Semen Padang), Edwin H. Abdullah (Wakil Direktur Utama PT. Angkasa Pura II), dan Arifian Purwakanta (Direktur Utama BAZNAS). (Dompet Dhuafa/Fajar)

Pelatihan Caracter Building Pesilat Kampung Silat Jampang

Loading

Kampung Silat Jampang (KSJ) Dompet Dhuafa, dalam kegiatan peningkatan kapasitas bagi 22 perguruan silat yang tergabung dalam Kampung Silat Jampang membuat kegiatan pesantrean silat, yang diisi dengan program pelatihan pembangunan karakter (caracter building) dengan mengangkat tema Membangun Insan Silat yang Berkarakter.

Kegiatan pesantren kilat kali ini diikuti oleh 22 perguruan silat dan di buka langsung oleh Ketua Kampung Silat Jampang Ust Herman Budianto.” ujar Jabaludin Raisha, salah satu pengurus KSJ, dalam laporannya.

Dalam sambutannya, Ketua KSJ Herman Budianto mengatakan, membangun karakter para pesilat menjadi sangat penting saat ini. Karena bangsa Indonesia, sedang luntur dalam pembangunan karakter. “Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan para pesilat mampu mengasah rasa empati, peduli, mau berkurban dan berbagi ilmu dalam mengembangkan silat. Agar kedepannya, perguruan silat dan para pesilat, mampu berkembang dan bisa memajukan silat dengan karakter jiwa pesilat yang utuh.” tutur Herman Budianto.

Pelatihan peningkatan karakter ini, menghadirkan seorang Trainer Karakter Building, Asep Safaat, yang selama 2 jam memberikan berbagai ilmu mengenai pembangunan karekter.

Sementara salah satu peserta pelatihan, Tono Hartono dari Perguruan Silat Mata Hati, kegiatan tersebut sangat berguna. Menurutnya, bagi pesilat pelatihan semacam ini merupakan hal baru. Karena biasanya hanya rutin melakukan kegiatan pelatihan silat. “Sementara di KSJ, kami di latih bukan hanya ilmu silat, melainkan mendapatkan pelatihan soal pembangunan karakter,” ujar Tono Hartono. Dirinya jug mengaku merasa bangga bisa bergabung dalam keluarga besar KSJ Dompet Dhuafa. Kegiatan pesantren silat KSJ, sambungnya, bukan hanya menyajikan materi pengembangan karakter, tapi dirangkai dengan kegiatan sedekah jurus KSJ yabg dipersembahkan 22 perguruan sikat. “adanya jurus KSJ dianggap penting, karena saat ini KSJ belum memiliki jurus yang baku yang bisa di tampilkan dalam kegiatan festival silat. ” ujarnya.

Selain sedekah jurus silat KSJ, kegiatan juga diisi dengan penyerahan parsel lebaran oleh ketua KSJ kepada para dewan guru/pelatih yang selama ini berdedikasi membangun silat di KSJ. Bingkisan parsel  juga di berikan kepada 10 pesilat dhuafa yang berprestasi. Kegiatan di tutup dengan Tausiah menjelang berbuka dan sekaligus buka puasa bersama oleh Ust Herman Budianto (mul).

Lestarikan Budaya Silat Zona Madina Gelar Jampang Silat Competition 5

Loading

Dalam upaya melestarikan budaya pencak silat di Indonesia, Zona Madina Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor kembali menggelar event bergengsi Jampang Silat Competition (JSC) ke-5 yang diselenggarakan di Gor Kartika, Kostrad Cilodong – Depok, Sabtu, (28/9/2019).

Kompetisi JSC 5 pada tahun ini mengangkat Tema “Melestarikan budaya pencak silat sebagai warisan asli Indonesia yang membentuk generasi muda berprestasi dan berakhlak mulia.“ Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuh-kembangkan kegaitan kompetisi antar perguruan dalam mencari bibit-bibit generasi silat yang berprestasi.

Kompetisi ini diikuti lebih dari 1.000 peserta yang terbagi dalam 4 tingkat: SD, SMP, SMA dan kelas D Prestasi. Mereka datang dari berbagai perguruan di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) untuk memperebutkan predikat sebagai pesilat terbaik.

Event tahunan ke-5 Kampoeng Silat Jampang (KSJ) dihadiri oleh Ust. Herman Budianto M.Si (Ketua KSJ), H. Ahmad Shonhaji (Direktur Budaya, Dakwah & Layanan Masyarakat), H. Hasannudin, S.Sos (Ketua Pengcab IPSI Kota Depok) dan tokoh pesilat Dunia, DR. HC. H. Eddie Marjuki Nalapraya.

Mereka merasa bangga dapat melihat langsung bibit-bibit pesilat muda yang akan melestariakan budaya pencak silat dan melanjutkan perjuangan para tetua silat di Indonesia. Eyang Eddie memberikan semangat kepada generasi pesilat, “Selamat bertanding anak-anakku, semoga dengan adanya pencak silat ini, kita semua dapat terus menjaga dan melestraikan budaya pencak silat”.

Beliau pun membuka acara dengan memukul Gong. Kompetisi silat berlangsung selama 2 hari dengan sistem piramida untuk menentukan pemenangnya. Juara utama akan mendapatkan piala bergilir dari Direktur Dompet Dhuafa. Banyak pihak yang mendukung kegiatan ini, diantaranya dari Pemerintah Kota Depok, Kemenpora, KONI, IPSI Kota Depok dan Lembaga Silat di Jabodetabek. (ZM)

Kampung Silat Jampang Mengadakan Acara The Power Of Silat

Loading


Kampung Silat Jampang Dompet Dhuafa mengajak masyarakat melestarikan pencak silat sebagai warisan budaya Indonesia.”Mari kita rawat pencak silat sebagai budaya bangsa yang menjadi identitas bangsa Indonesia,”ungkap Ketua Yayasan Dompet Dhuafa, Nasyith Madjidi pada acara pentas dan peluncuran buku The Power of Silat, di DMall Depok, Sabtu 4 Januari 2020.

Tokoh pencak silat internasional Mayjen TNI Purn Dr Eddie M Nalapraya mengapresiasi Kampung Silat Jampang Dompet Dhuafa yang turut mengembangkan pencak silat. Ia juga mengapresiasi buku The Power of Silat yang ditulis Herman Budianto, Ketua Kampung Silat Jampang Dompet Dhuafa.

Eddie menegaskan, pencak silat bukan untuk beladiri tapi untuk kehidupan, untuk menjaga ahlak yang baik. Silat juga untuk beladiri dan kesehatan. Ketiga, silat untuk kesejahteraan. “Dalam silat ada aspek keamanan dan kesejahteraan. Ini bisa menjadi ketahanan bangsa Indonesia”,tambahnya.

Ia mengajak generasi muda untuk belajar dan mencintai budaya silat. Eddie mengajak pemuda Indonesia mempejari silat, termasuk dari buku dan juga youtube. “Coba buka di youtube ada Ksatria Bangsa, dan perjalanan silat menuju Unesco,”jelas Eddie.

Penulis buku The Power of Silat, Herman Budianto menjelaskan, Dompet Dhuafa mendorong dan melestarikan silat melalui Kampung Silat Jampang.”Kami melalui Dompet Dhuafa memiliki keprihatinan terhadap pengembangan silat. Kami tidak ingin silat mati obor, gurunya meninggal silat turut mati,”jelasnya.