Sejarah Ilmu Sin Lam Ba berasal dari H. Oddo bin Syekh Abdul Karim Banten. Syekh Abdul Karim Banten merupakan tokoh Tarekat Qadiriyyah yang terkenal di Asia Tenggara pada akhir abad ke-19 (salah satu Imam Masjid di Mekah, berdasarkan keterangan keluarga beliau).
Setelah pecahnya Perang Banten yang digagalkan Belanda pada tahun 1888, putra-putra beliau menyingkir ke pedalaman Karawang Utara, tujuan pertamanya ingin ke Sultan Agung di Demak. Karena suatu hal mereka terdampar di daerah Karawang, Pantai Pakis Kertajaya, sekitar 15 KM timur laut Rengas Dengklok, lalu mendirikan sebuah pesantren. Rombongan ini dipimpin putra beliau yang belakangan dikenal dengan nama H. Oddo bin Syekh Abdul Karim Banten (wafat pada tahun 1939-an dalam usia hampir 100 tahun). H. Oddo kemudian memberikan pengajaran Ilmu Hikmah kepada Pak Toha bin Sieng dari Betawi (Tebet, Menteng dalam), lalu dilanjutkan oleh salah satu muridnya yaitu H. Harun Achmad.
Toha bin Sieng
Sebelumnya, Pak Toha bin Sieng yang lahir pada tanggal 15 Agustus 1889 dan wafat pada tanggal 8 Desember 1957, merupakan opsir Belanda yang desersi (seorang tokoh pendekar yang disegani di Betawi), dan kemudian berniat pergi mencari Ilmu Hikmah (sekitar tahun 1934) ke daerah kulon (Banten). Di tengah perjalanan, di dalam kereta api, Pak Toha bin Sieng bertemu dengan seorang kakek/ sosok orang tua, dia menyuruh Pak Toha untuk pergi ke daerah wetan (Karawang). Konon, setelah memberitahu kepada Pak Toha, kakek/orang tua tersebut menghilang, dicari lagi sudah tidak ada di tempatnya. Akhirnya Pak Toha bin Sieng menuruti nasehatnya untuk pergi ke suatu tempat yang ternyata pesantren milik H. Oddo bin Syekh Abdul Karim Banten dengan tujuan untuk menuntut Ilmu Hikmah, karena secara ilmu kependekaran Pak Toha merasa sudah cukup. Konon di Betawi dia sudah dikenal di dunia persilatan pada masa itu (pendekar Toha dari Betawi).
Singkat cerita di pesantren tersebut Pak Toha bin Sieng tidak langsung diberi Ilmu Hikmah, melainkan diberi tugas sebagai marbot (penjaga masjid), yang bertugas untuk membersihkan masjid dan mengisi air untuk berwudhu.
“Perguruan ini memiliki kekhasan, yaitu silat tangan kosong khas Perguruan Betawi dan jurus-jurus senjata terutama golok, dengan jurus “Langkah Lima” sebagai jurus andalannya yang termasyhur.”
Setelah 2 tahun 10 bulan berselang, barulah H. Oddo mengijinkan Pak Toha bin Sieng beserta enam putra H. Oddo untuk mengambil salah satu manuskrip/kitab (terbuat dari gulungan rokok kaung) yang ada di langitlangit masjid (dilakukan pada waktu malam Jum’at pada saat Nisfu sya’ban menjelang bulan Ramadhan).
Gulungan tersebut terdapat di dalam salah satu kumpulan kaleng rokok kaung (kumpulan kulit jagung), salah satu gulungan yang diambil bertulisan huruf arab gundul (tidak ada tanda baca) yang dapat diartikan “Intisari dari ilmu keberkahan dunia dan akhirat“ dan “Ilmu yang bekerja jika dizalimi orang lain“ merupakan salah satu ilmu yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya H. Oddo bin Syekh Abdul Karim Banten memberikan wejangan dan amalan ( zikir) kepada Pak Toha bin Sieng.
Setelah 2 tahun 10 bulan meninggalkan Betawi, Pak Toha bin Sieng akhirnya kembali sekitar tahun 1937. Sesampainya di Tebet, keluarganya kaget melihat kedatangan Pak Toha bin Sieng yang dikira sudah meninggal. Setelah itu Pak Toha bertemu dengan adiknya yang sudah lama mencarinya. Adiknya yang juga seorang jawara, penasaran akan ilmu yang didapat oleh kakaknya itu.
Setelah menceritakan tentang ilmu yang didapat dari H. Oddo bin Syekh Abdul Karim Banten, Pak Toha bin Sieng masih belum bisa mengerti atau memahami fungsi dan kegunaan ilmu tersebut. Sang adik pun disuruh oleh Pak Toha untuk menyerangnya dari dapur (serangan pukulan jarak jauh), tiba-tiba dari ruang tamu, Pak Toha terkejut mendengar suara gaduh dari arah dapur. Dilihatnya sang adik menggelepar seperti ayam terpotong di dapur (dekat tungku). Dengan kebingungan Pak Toha bin Sieng menyembuhkannya secara spontan dengan menyebut Bismillah, Istighfar, dan Allahu Akbar, lalu mengusapkan tangannya ke tubuh adiknya itu, setelah itu adiknya kembali sadar seperti semula.
Setelah peristiwa itu barulah Pak Toha bin Sieng menyadari salah satu manfaat ilmu yang didapat dari H. Oddo bin Syekh Abdul Karim Banten. Kemudian Pak Toha bin Sieng mengajarkan dan mengembangkan jurus silat tangan kosong dan jurus golok muka dua (jurus Pak Toha 1938-1957). Selain itu Pak Toha juga mengajarkan Ilmu Hikmah (tenaga dalam), yang didapatkan dari H. Oddo. Tak lama berselang dalam tafakur malamnya selama 40 hari, Pak Toha menciptakan suatu jurus tenaga dalam, yang niat awalnya untuk mempersatukan semua murid yang belajar ilmu silat luar (tangan kosong/jurus golok) dan tenaga dalam (Ilmu Hikmah) baik dari kalangan keluarga maupun masyarakat umum. Jurus itu bernama “Langkah Lima”, dan hingga sekarang jurus itu dipakai sebagai jurus wajib bagi setiap ikhwan/akhwat (muridmurid) Perguruan Silat Sin Lam Ba di seluruh pelosok nusantara.
Secara resmi Perguruan Silat Sin Lam Ba didirikan pada tahun 1937 di Tebet, Jakarta Selatan, dan memiliki visi sa’adah (kebahagiaan), latifah (kelembutan), dan barokah (keberkahan). Perguruan ini memiliki kekhasan, yaitu silat tangan kosong khas Perguruan Betawi dan jurus-jurus senjata terutama golok, dengan jurus “Langkah Lima” sebagai jurus andalannya yang termasyhur. Secara implisit jurus “Langkah Lima” bermakna Rukun Islam dan Pancasila. Sampai sekarang perguruan ini sudah tersebar di Jakarta, Bogor, Bandung, Jambi, dan Padang.
Perguruan ini bernama “Merpati Putih” yang merupakan singkatan dari “Mersudi Patitising Tindak Pusakane Titising Hening” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “mencari sampai mendapatkan kebenaran dalam ketenangan.” Merpati Putih merupakan Perguruan Pencak Silat Beladiri Tangan Kosong (PPS Betako) sehingga sering disebut “PPS Betako Merpati Putih”.
Merpati Putih (MP) merupakan warisan budaya peninggalan nenek moyang Indonesia yang pada awalnya merupakan ilmu keluarga Keraton yang diwariskan secara turun-temurun, yang pada akhirnya atas wasiat Sang Guru ilmu Merpati Putih diperkenankan dan disebarluaskan dengan maksud untuk ditumbuhkembangkan agar berguna bagi negara.
Pada awalnya aliran ini dimiliki oleh Sampeyan Dalem Inkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro, kemudian ke BPH Adiwidjojo (Grat I). Lalu, setelah Grat III, R. Ay. Djojoredjoso ilmu yang diturunkan dipecah menurut spesialisasinya sendiri-sendiri. Seni bela diri ini mempunyai dua saudara lainnya, yaitu bergelar Gagak Samudro dan Gagak Seto. Gagak Samudro diwariskan ilmu pengobatan, sedangkan Gagak Seto ilmu sastra, sedangkan untuk seni bela diri diturunkan kepada Gagak Handoko (Grat IV). Dari Gagak Handoko inilah akhirnya turun temurun ke Mas
Saring, lalu Mas Poeng, dan Mas Budi menjadi PPS Betako Merpati Putih. Hingga kini, kedua saudara seperguruan lainnya tersebut tidak pernah diketahui keberadaan ilmunya dan masih tetap dicari hingga saat ini di tiap daerah di tanah air guna menyatukannya kembali.
PPS Betako Merpati Putih berasal dari seni bela diri keraton, yang diajarkan khusus kepada kalangan keluarga keraton termasuk salah satunya adalah Pangeran Diponegoro. sedangkan pendiri perguruan dan Guru Besar sekaligus pewaris ilmu adalah Purwoto Hadi Purnomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Purnomo (Mas Budi) sebagai Guru Besar terakhir yaitu generasi ke sebelas (Grat XI).
Berikut silsilah turunan aliran PPS Betako Merpati Putih:
BPH Adiwidjojo: Grat-I
PH Singosari: Grat-II
Ay. Djojoredjoso: Grat-III
Gagak Handoko: Grat-IV
Rekso Widjojo: Grat-V
Bongso Djojo: Grat-VI
Djo Premono: Grat-VII
Wongso Djojo: Grat-VIII
Kromo Menggolo: Grat-IX
Saring Hadi Poernomo: Grat-X
Poerwoto Hadi Poernomo (alm) dan Budi Santoso Hadi Poernomo (alm): Grat-XI
Pewaris muda: Nehemia Budi Setiawan (putra Mas Budi) dan Amos Priono Tri Nugroho (putra Mas Poeng) : Grat-XII
Salah satu ciri khas dari perguruan silat yang dilembagakan secara formal Pada tanggal 2 April 1963 di Yogyakarta ini adalah olah nafas, yang terdiri dari nafas pengolahan dan nafas pembinaan. Latihan olah nafas bertujuan untuk meningkatkan potensi pesilat, salah satunya explosive power dari serangan yang sering diperagakan dalam demo pematahan benda keras. Selain itu, olah nafas juga dapat diterapkan dalam hal lain diantaranya getaran tutup mata (kemampuan melihat dengan mata tertutup), kebugaran (program khusus untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan), dan lain sebagainya.
Merpati Putih menggunakan tenaga dalam asli manusia, dengan teknik olah napas. Pada orang biasa, tenaga asli tersebut dapat dilihat dan digunakan hanya pada saat orang bersangkutan dalam kondisi terdesak saja. Misal: melompat pagar saat anjing mengejarnya di jalan yang buntu. Dalam keadaan kembali normal/tidak terdesak, orang tersebut serasa tidak percaya telah melompati pagar yang tinggi tersebut. Maka di dalam pencak silat ini, dikembangkan bagaimana menggunakan tenaga ekstra asli manusia tersebut pada saat normal, kapanpun dan dimanapun.
Di PPS Betako Merpati Putih, selain ada pernapasan pengolahan dan pernapasan pembinaan, juga ada beberapa teknik jurus (disebut dengan rangkaian gerak), diantaranya adalah Gerak Dasar, Tangkap kunci, Rangkaian Gerak Praktis (RGP), Rangkaian Gerakan Terikat (RGT) dan Rangkaian Gerakan Bebas (RGB). Hasil olah gerak dan olah napas ini kemudian dapat diolah menjadi tenaga getaran. Urutan pemahaman gerakan pada Merpati Putih adalah: Gerak Dasar –> Gerak Pengarahan –> Gerak Naluri (plus getaran).
Selain dari diri sendiri (energi badan), pengambilan energi getaran di Pencak Silat Merpati Putih ini dapat pula diambil dari alam seperti dari bumi (energi tanah, juga pohon yang berusia amat tua), atau bahkan energi dari angkasa (energi bintang, matahari, ataupun bulan).
Beberapa tahun belakangan, ilmu tenaga dalam Merpati Putih yang mengandung energi dan getaran ini telah diselidiki lebih jauh secara ilmu pengetahuan dan dikembangkan juga untuk pengobatan serta untuk kepentingan orang tuna netra, agar mereka bisa membaca, membedakan dan mengenali warna, serta dapat mempermudah segala aktivitas lainnya sehari-hari.
Pola latihan Merpati Putih sudah diteliti oleh ilmuwan sejak mulainya Operasi Seta I (1972) bersama dengan para Taruna Militer, dengan hasil bahwa metode latihan Merpati Putih menghasilkan pola yang hampir sama dengan aerobik ditambah munculnya tenaga tambahan. Secara aktif diteliti efeknya pada tubuh manusia oleh para dokterdokter spesialis di Yayasan Jantung Sehat. Getaran juga diujicobakan pada Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) untuk mendeteksi radiasi nuklir. Hasilnya, getaran Merpati Putih dapat lebih cepat digunakan untuk mendeteksi radiasi nuklir dibanding alat yang digunakan oleh BATAN.
Pada Markas Polisi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Mapolda Metro Jaya) getaran Merpati Putih diujicobakan untuk mendeteksi narkoba yang disembunyikan pada mobil, kantong perorangan, lemari, dan banyak tempat. Hasilnya, pesilat berhasil menunjukkan dengan sempurna lokasi penyimpanan narkoba tersebut. Belum lama ini (2009), bekerja sama dengan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, getaran Merpati Putih digunakan untuk mendeteksi kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di sepanjang Ciliwung. Tahun 2010 sedang diupayakan kerjasama dengan Palang Merah Internasional untuk masuk di dalam tim bantuan pencarian korban bencana alam. Hingga kini terus dikembangkan untuk masuk pada aspek-aspek kemanusiaan lainnya.
Latihan Merpati Putih mementingkan aspek bela diri tanpa senjata/tangan kosong. Bagian-bagian tubuh manusia dapat digunakan sebagai senjata yang tak kalah ampuhnya dengan senjata sesungguhnya. Tetapi, walaupun begitu pada anggota Merpati Putih secara ekstra kurikuler (tambahan kurikulum latihan) diperkenalkan senjata, sifat dan karakteristik senjata, serta cara menghadapinya, dan sebagainya. Karena bagaimana mungkin bisa mengalahkan lawan bersenjata apabila tidak memahami
karakteristik dari senjata seperti bentuk, lintasan, alat penyasar, target sasaran senjata, dan sebagainya. Untuk itulah teknik penggunaan senjata juga dipelajari.
Senjata khas Merpati Putih adalah TEKBI dan KUDI, yang diajarkan secara wajib pada pesilat secara bertahap pada tingkatan tertentu. KUDI Merpati Putih berbentuk sangat khas, dan diciptakan oleh Mas Poeng (Guru Besar MP). Memiliki dimensi horizontal dan dimensi vertikal. Sarat dengan nilai-nilai dan falsafah. Mas Poeng sudah bertransformasi menjadi seorang MPU yang membuat senjata khas.
Perguruan Hawa Murni Indonesia didirikan oleh Abah Udin Syamsuddin (1916-1997) pada tahun 1970-an di Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Abah Udin adalah Pendekar yang juga ahli tasawuf yang berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Beliau menguasai beberapa aliran klasik seperti Cimande, Cikalong, Syahbandar, Kari dan Madi. Dalam pengembaraan keilmuannya, pada 1940-an akhirnya bertemu dengan Abah Badri dan Uyut Imoh suami istri yang menguasai teknik “Hawa Murni” di Tasikmalaya.
Dalam tradisi masa lalu, sebelum berguru seseorang harus menguji keilmuannya, di situlah Abah Udin Syamsudin tidak berdaya berhadapan dengan Abah Badri dan istrinya, bahkan tanpa kontak fisik Abah Udin selalu terjatuh tanpa bisa menyentuh keduannya. Pada akhirnya Abah Udin berguru pada Abah Badri dan Uyut Imoh, lalu semenjak itu Abah Udin mengembangkan tradisi Hawa Murni sampai hijrah ke Jakarta pada tahun 1950-an.
Alm. Abah Syamsudin (Pendiri)
Bpk. Drs. Hidayat (Pewaris dan Guru Besar)
Pada awalnya Hawa Murni Indonesia dikenal dengan sebutan Sport, karena gerakan dasarnya lebih seperti olahraga/senam pernapasan. Sebenarnya ada beberapa murid Abah Udin yang juga mengembangkan jurus Hawa Murni di beberapa daerah dengan nama perguruan yang berbeda, seperti perguruan Olah Nurani di Kab. Bandung yang dipimpin oleh Ure Suganda, Perguruan Sport Hawa Murni yag dipelopori oleh Ade Kendar di Tasikmalaya, dan lebih banyak lagi yang mengembangkan melalui komunitas atau perkumpulan tanpa embel-embel perguruan, seperti Ujang Suharto di Kebayoran Lama, Yosep di Sumedang, dan lain-lain.
Sepeninggal Abah Udin, oleh pewaris Guru Besar Drs. Hidayat selaku putra almarhum Abah Udin Syamsudin dirubah menjadi Seni Gerak Hawa Murni pada tahun 1997, yang bermarkas di SMAN 1 Tajurhalang, di mana Drs. Hidayat bekerja sebagai PNS kepala Tata Usaha. Ketika itu juga pencak silat menjadi ekstrakurikuler di SMAN 1 Tajur Halang, yang selanjutnya tersebar ke hampir 28 cabang sekolah di Kabupaten Bogor dan Kota Depok.
Demi eksistensi Hawa Murni Indonesia di tingkat nasional maupun internasional, Hawa Murni Indonesia bergabung dengan IPSI Kabupaten Bogor pada tanggal 10 Januari 2007. Pada Mubes (Musyawarah Besar) tahun 2012 kemudian mengalami perubahan kembali menjadi Perguruan Pencak Silat Hawa Murni Indonesia. Saat ini sekretariat PPS HMI beralamat di Jl. SMAN 1 Tajurhalang Kp. Kandang Panjang RT 03/07 Desa Tajurhalang Kec.Tajurhalang Kab. Bogor.
Hawa Murni Indonesia telah mengikuti berbagai kejuaraan mulai dari tingkat kabupaten sampai semi internasional. Walaupun tergolong perguruan baru tetapi Hawa Murni Indonesia berhasil menjadi juara umum ke-3 berturutturut pada kejuaraan Bupati Cup tahun 2010 dan 2011, serta menjadi tim favorit ke-2 tingkat SMP pada kejuaraan semi internasional Jakarta Championship II 2014. Bahkan baru-baru ini Hawa Murni Indonesia telah sukses menyelenggarakan kejuaraan HMI Cup Open piala Ketua IPSI Kab. Bogor pada 22 s/d 24 Mei 2015 yang diikuti 1400 pesilat se-Jabodetabek dan Sukabumi. Kini PPS HMI telah tersebar ke beberapa daerah di Bogor, Depok, dan Jakarta.
Ciri khas jurus Perguruan Pencak Silat Hawa Murni Indonesia adalah penggabungan berbagai jurus dasar beberapa aliran besar seperti Cimande, Cikalong, Syahbandar, Kari dan Madi, dengan teknik pernapasan murni tanpa mantra, wirid, atau ritual mistis yang tidak syar’i, dengan penekanan pada harmonisasi antara jurus dan napas dengan kekuatan penuh pada saat melakukan jurus, yang pada tingkatan tertentu mampu menghasilkan apa yang kini dikenal dengan fenomena tenaga dalam, seperti kekuatan tubuh dalam menahan benturan dan menjatuhkan lawan dari jarak jauh.
Jurus andalan atau yang paling masyhur dari Perguruan Pencak Silat Hawa Murni Indonesia adalah antara pertahanan dan serangan dilakukan secara bersamaan,
Makna yang terkandung di dalam gerakan, ajaran, maupun jurus yang diajarkan di PPS HMI adalah setiap anggota mengusahakan sendiri keberhasilannya. Semua tergantung pada usaha dan kegigihan masing-masing di dalam mengolah dan mengembangkan jurus-jurus PPS HMI. Rahasianya hanya pada motivasi yang benar dan konsistensi di dalam latihan, intinya setiap anggota yang ingin mencapai tingkatan tertinggi haruslah terus bergerak tanpa henti seperti air mengalir yang pada akhirnya mampu menghancurkan batu yang keras, bahkan bisa menghasilkan energi besar seperti listrik. Setiap anggota juga harus memahami hakikat atau filosofi Hawa Murni secara spiritual yang maknanya segala perbuatan haruslah didasari oleh jiwa yang suci tanpa terkontaminasi oleh hawa nafsu amarah.
Saat ini PPS HMI tersebar di Kab. Bogor (meliputi: Kec. Tajurhalang, Kec. Bojonggede, Kec. Parung, dan Kec. Gunung Sindur) dan Kota Depok dengan jumlah 28 cabang sekolah (SD, SMP, dan SMA). Anggota/murid yang saat ini tergabung dalam PPS HMI berjumlah sekitar 900 anggota.
Pencak silat Cingkrik, adalah salah satu seni bela diri Indonesia asli, yang telah berumur bertahun-tahun dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Cingkrik, adalah salah satu Aliran silat Betawi. Karena beberapa gerakan utamanya adalah berlompat-lompatan dengan satu kaki, orang Betawi menyebutnya jejingkrikan, lantas kemudian silat ini pun disebut Jingkrik, Cingkrig, atau Cingkrik.
Engkong Goning, nama aslinya adalah Ainin Bin Urim, beliau adalah seorang pejuang Kedoya Kebon Jeruk, Jakarta Barat, serta pewaris dan penerus silat Cingkrik. Beliau lahir sekitar tahun 1895 dan meninggal sekitar tahun 1975 pada umur 80 tahun. Beliau sering dipanggil “Nin” (berubah bunyi menjadi “Ning”) dan ditambah kata “Go” di depan kata Ning (kata ledekan anak-anak Betawi), jadilah orang memanggilnya “Goning”.
Menurut penjelasan Haji Husien (anak kedua dari Kong Goning), bahwa Beliau sering pergi ke daerah Marunda (Cilincing, Tanjung Priok), tempat di mana Bang Pitoeng jaya pada zamannya.
Beliau pulang ke Kedoya dari Marunda dua sampai empat hari lamanya (tidak dijelaskan apa tujuannya). Beliau mempunyai 4 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan. Nama anak laki-laki beliau adalah Kosim (almarhum), Haji Husien, Haji Sa’adih, dan Haji Arsyad Jago/Mandor (almarhum). Beliau juga mempunyai seorang murid yang bernama Engkong Usup Utay.
Engkong Usup Utay Bin Tohir, beliau adalah murid dari Engkong Goning. Lahir sekitar tahun 1927 serta meninggal sekitar tahun 1993 pada umur 66 tahun. Beliau mempunyai murid yang bernama Tb. Bambang Sudrajat dari daerah Grogol, yang dikenal dengan sebutan Babeh Tb. Bambang Sudrajat.
Babeh Tb. Bambang Sudrajat, adalah murid sekaligus menantu dari Engkong Usup Utay sekaligus merupakan ahli waris dan penerus dari aliran Silat Cingkrik Goning melalaui jalur keilmuan Engkong Usup Utay.
Babeh Tb. Bambang Sudrajat, belajar sejak tahun 1966, kala itu ia berumur 11 tahun. Waktu itu ia melihat tukang bambu dari daerah Rempoa belajar silat dengan Engkong Usup Utay, karena setiap hari Babeh Bambang datang ke tempat latihan, maka oleh Engkong Usup Utay ia ditanya apakah ia mau belajar silat. Lalu,hitungan, serta jurusnya yang dinamis/ luwes tapi mematikan.”
Babeh Bambang menjawab mau. Kemudian oleh Engkong Usup Utay Babeh Bambang disuruh untuk meminta izin dari orang tuanya.
Setelah itu mulailah Babeh Bambang belajar silat dengan Engkong Usup Utay. Sampai akhirnya Babeh Bambang menikah dengan putri Engkong Usup Utay yang bernama Ibu Yani. Babeh Bambang sendiri telah belajar lama, sampai Engkong Usup Utay meninggal dunia. Sebelum meninggal beliau berpesan kepada Babeh Bambang jangan sampai mati obor (punah).
Perguruan silat yang beralamat di Jalan Latumenten Kp. Kramat Rt.08/09 Grogol Jakarta Barat ini mempunyai kekhasan dalam kuncian yang mematikan gerakan dalam hitungan detik/dalam satu hitungan, serta jurusnya yang dinamis/luwes tapi mematikan. Adapun jurus andalan dari perguruan silat ini adalah jurus Cingkrik. Kini, perguruan silat Cingkrik Goning sudah tersebar di 15 cabang yang terdapat di daerah Jabodetabek.
Pencak Silat Cingkrik Goning mempunyai lambang yang terdiri dari jari telunjuk, yaitu melambangkan hubungan vertikal dengan Yang Maha Kuasa. Tiga jari lainnya melambangkan pengendalian emosi diri, pikiran, dan tindakan. Padi melambangkan kemakmuran dalam perekonomian. Bola Dunia melambangkan bahwa silat tradisional ini telah mendunia.
Adapun visi dari perguruan silat ini adalah membina dan mengembangkan watak manusia dalam segala aspeknya, baik seni budaya, bela diri, olah raga, dan spiritual. Sementara misinya adalah ikut membantu pemerintah dalam rangka penanggulangan remaja, melakukan kamtibmas, serta melakukan upaya-upaya preventif/ pencegahan tawuran pelajar dan bahaya narkoba.
Seni Bela Diri Pencak Silat Cimande Tari Kolot tak lepas dari sosok Abah Khaer. Konon ia adalah orang pertama yang memperkenalkan dan menyebarkan silat Cimande. Syahdan, Abah Khaer adalah seorang pedagang yang kerap melakukan perjalanan antara Batavia, Bogor, Cianjur, Bandung, dan Sumedang. Dalam perjalanannya, Abah Khaer sering mendapat gangguan keamanan lanun atau rampok.
Suatu ketika, saat kembali ke rumah, Abah Khaer tak menjumpai istrinya. Ia pun memarahi istrinya dan hendak memukul saat istrinya pulang ke rumah. Namun di luar dugaan, istrinya dapat mengelak dengan gerakan yang gesit. Usut punya usut, ternyata ia kerap menyaksikan perkelahian antara monyet dan macan di tepian sungai saat mencuci pakaian.
Dari situlah kemudian Abah Khaer mulai mempelajari ilmu bela diri, atau yang dikenal dengan Maenpo (versi lain menyebut Maepo). Lahirlah kemudian jurus Pamonyet, Pamacan, dan Pepedangan, dengan ciri khas serangan tangan yang sangat kokoh.
Lambat laun, jurus-jurus Abah Khaer semakin berkembang. Hal ini tidak terlepas dari perjumpaan Abah Khaer dengan para pendekar dan ahli bela diri lain dari berbagai aliran ketika melakukan perjalanan dagang. Mulai dari silek Minangkabau, hingga Kung Fu dari Tiongkok. Abah Khaer juga mencoba bertukar pengalaman, sehingga terjadi pertukaran budaya dan berimbas pada perkembangan dunia persilatan sekarang ini.
Ketika berdagang di Cianjur, beliau bertemu Bupati Cianjur Raden Adipati Wiratanudarat. Ketenaran Abah Khaer sebagai pendekar menyebar, ia pun akhirnya pindah ke Cianjur dan berdomisili di Kampung Kemurung. Suatu ketika, Bupati Cianjur menggelar adu tanding dengan para pendekar. Berhadapan dengan permainan Kuntao Macao di alun-alun kota ciajur, Abah Khaer akhirnya keluar sebagai juara. Momentum ini melejitkan nama Abah Khaer.
Pada tahun 1815, Abah Khaer kembali ke Bogor. Beliau yang memiliki lima orang putra akhirnya menurunkan ilmunya kepada mereka. Endut, Ocod, Otang, Komar dan Ayot demikian nama panggilan mereka. Dari kelima anak inilah Maenpo Cimande disebarkan ke seluruh Tatar Pasundan.
Hingga kini, Cimande menjadi salah satu ikon silat Indonesia. Dari sini kemudian berkembang aliran-aliran dan perguruan silat lainnya. Di Bogor sendiri, Manepo Cimande dikembangkan oleh Abah Ace, yang meninggal di Tari Kolot, Bogor tahun 1970 lalu. Dari peninggalannya, berkembang perguruan silat Cimande Tari Kolot Indonesia.
Perguruan ini memiliki 113 jurus, yang terdiri dari beragam gerakan. Mulai dari tangan kosong, tendangan hingga penggunaan senjata seperti golok dan pisau. Nama-nama jurus itu di antaranya Selancar 12, Golok Kebut, Sabet Pedang, Toya Sodok Tengah, Lilit Sarung, serta Banting Lipetan.
Silat Gerak Gulung Budi Daya Ti Padjajaran berasal dari kerajaan Padjajaran. Awalnya aliran silat ini bernama Gulung Maung yang diturunkan secara turun temurun melalui jalur keluarga. Oleh sebab itu, pada mulanya silat ini tertutup untuk kalangan luas atau masyarakat umum, hingga pada akhirnya sampailah kepada Eyang Sarean.
Eyang Sarean adalah pewaris awal dari permainan Gulung Maung. Eyang Sarean sendiri tinggal di Sukaraja Bogor, karena permainan ini hanya diturunkan di lingkungan keluarga maka permainan ini tidak berkembang luas di masyarakat. Eyang Sarean mempunyai putra bernama Eyang Guru H, Abdullah yang juga tinggal di Sukaraja Bogor. Pada masa Eyang Guru inilah nama Gulung Maung diubah menjadi Gerak Gulung Budi Daya Ti Padjajaran (GGBD). Perubahan ini didasarkan pada sifat dari permainan Gulung Maung yang sangat buas, karena Gulung Maung mempunyai prinsip “Kembangna cilaka, buahna pati”.
Suatu kali, Eyang Guru H. Abdullah mendapat mimpi yang menampilkan gambaran berupa sesosok bayi yang baru lahir, merangkak, melangkah dan berjalan. Berdasarkan gambaran tersebut Eyang Guru mengambil gerakan untuk jurus berdasarkan adegan (berdiri) sholat. Inilah awal dari jurus Salancar. Mengapa disebut GGBD? Karena permainan ini masih mempunyai dasar sama dengan Gulung Maung, akan tetapi telah dibudi dayakan, dalam artian permainan ini tidak lagi sebuas seperti Gulung Maung yang bersifat seperti Harimau, yang pada dasarnya harus membunuh mangsanya.
Dengan adanya perubahan dari Gulung Maung menjadi GGBD harapannya seseorang yang telah menguasai permainan ini tidak akan buas seperti harimau. Karena pada prinsipnya manusia lebih mulia dibandingkan harimau, dan perlu diingat bahwa hampir semua permainan silat sifatnya untuk beladiri termasuk GGBD.
Permainan silat ini kemudian diwariskan kepada H. Ace Aom Kusumaningrat (1840-1943), keponakan sekaligus menantu dari Eyang Guru. H Abdullah. H. Ace Aom Kusumaningrat adalah putera dari Uyut Syafei yang merupakan adik dari Eyang Guru. Permainan GGBD pada masa ini mulai sedikit terbuka untuk kalangan kerabat.
Silat GGBD sebenarnya mempunyai dua permainan, yaitu Gerak Leang dan Gerak Sambut Pukul. Permainan ini dikuasai oleh tiga orang putera H. Ace Aom K. Putera pertamanya adalah H.Ahmad Kusumaningrat (1900-1985) tinggal di Jl. Ciranjang Kebayoran Jakarta. Ia menguasai semua jenis permainan GGBD, termasuk Gerak Leang dan Gerak Sambut Pukul. Putera kedua adalah Muhammad Yusuf/Aki Cucu. Ia hanya mengusai permainan Gerak Sambut Pukul, bertempat tinggal di Bojong Neros. Terakhir, Abdusshomad/Aki Shomad yang hanya menguasai permainan Gerak Leang.
Sementara itu, istri H Ace Aom yang bernama Tresmen Megantara juga menguasai Jurus Budi Daya yang dikhususkan untuk perempuan. Walaupun pada intinya tidak ada bedanya dengan Gerak Gulung, namun disesuaikan kekuatan fisik perempuan.
Permainan GGBD mulai disebarkan kepada masyarakat luas pada masa Horis Kusumaningrat (1930-1999). Beliau adalah putera pertama dari H. Ahmad Kusumaningrat yang bertempat tinggal di Bojong Menteng Ciomas Bogor. Pada masa Horis Kusumaningrat inilah, banyak pendekar dan praktisi beladiri dari dalam dan luar negeri sempat datang berguru ke beliau.
Sebagaimana tradisi masa lalu, sebelum orang datang berguru, biasanya ia akan mengadu kekuatan terlebih dahulu. Setelah mengakui kehebatannya, baru mereka akan berguru. Demikian pula para pesilat yang ingin berguru kepada Horis Kusumaningrat. Mereka pun mengakui keunggulan dan kehebatan Horis Kusumaningrat. Bahkan menurut mereka, teknik beladiri silat Gerak Gulung sangat efektif dan berbahaya bagi lawan jika digunakan dalam suatu pertarungan. Beberapa pendekar dan praktisi beladiri dari dalam dan luar negeri yang sempat berguru dan mempelajari sedikit teknik beladiri GGBD. Di antaranya adalah Eddie Jafri, Greg Alland, Dustin Etan/ David Tanner, Frank Metiello.
Berdasarkan kesepakatan dari Bapak. Horis Kusumaningrat sebagai pewaris langsung dari permainan silat GGBD, diangkatlah beberapa orang Rakawira (yang telah mendapat ijin untuk melatih), beberapa orang diantaranya TB. Isnaeni bin Isro (Kang Iyus), Heri Bahtra (Mas Heri), M. Ridwan (Kang Awang), Firman Hamdani (Kang Dani). Januari tahun 2008 Kang Iyus wafat, sedangkan Mas Heri dan Dani karena kesibukannya untuk sementara ini tidak aktif. Saat ini yang masih aktif melatih adalah Kang Awang, berpusat di kediamaan beliau di Ciomas Bogor.
Seperti pada umumnya permainan silat di tanah Sunda, awal silat GGBD adalah untuk syiar Islam. Seiring perkembangan jaman, sekarang permainan ini lebih difokuskan kepada pembinaan ahlak/moral dengan pendekatan silahturahmi yang intinya adalah persaudaraan. Perlu juga diketahui di dalam silat GGBD tidak ada istilah Guru dan Murid yang ada hanyalah Kakak dan Adik. Oleh sebab itu apabila ingin menjadi warga GGBD harus di Taleq. Dan bagi siapa saja yang ingin menjadi warga GGBD silahkan datang ke kediaman Kang Awang di Ciomas Bogor.