Keluarga Pencak Silat Persaudaraan Gerak Paseban

Loading

Silat Paseban diciptakan oleh Engkong Mohammad Saleh bin Salman. Pria yang kerap dipanggil Engkong Saleh atau Babe Aleh ini orang Betawi asli dari Paseban. Paseban adalah salah satu kawasan di Salemba Jakarta Pusat. Budayanya banyak dipengaruhi oleh budaya China dan Arab. Mengenai penamaan kampung tersebut menjadi Kampung Paseban, konon karena di daerah itu terdapat rumah dengan halaman luas dan teras besar semacam pendopo. Dalam bahasa setempat, pendopo tersebut disebut dengan istilah paseban. Akhirnya nama itu melekat menjadi nama kampung tersebut.

Dahulu, daerah Paseban terkenal sebagai gudangnya jagoan silat. Ada beberapa aliran silat di kampung ini seperti Serasi, Sabeni, Pengasinan, Tiga Berantai, dan yang lainnya. Namun, yang menonjol dan menjadi ciri khas kampung ini adalah Silat Paseban-Gerak Paksa Melintang Patah.

Awalnya, perguruan yang didirikan Engkong Saleh ini bernama  Perguruan Silat Sinar Paseban. Pada perkembangannya, dengan seizin Engkong Saleh, salah satu cucunya yg bernama Babe Cacang S. Murtadho mendirikan Pendidikan Silat Taqwa Betawi.

Sekitar tahun 1950, Engkong Salim bin Sinan belajar silat aliran Paseban di daerah Paseban, tepatnya didepan Toko Maju Paseban langsung di bawah bimbingan Engkong Saleh. Setelah belajar tidak terlalu lama, Engkong Salim mulai diminta untuk membantu melatih anggota baru dan mulai menggembangkan Silat Paseban terutama di daerah Depok, Kebon Duren dan sekitarnya dengan nama Perguruan Silat Sinar Kalimulya dan sering disebut dengan nama Paseban Lama.

Setelah sempat vakum beberapa waktu, Engkong Salim mulai melatih kembali beberapa anggota pesilat yang mau belajar aliran Paseban dan pada tahun 2012 tepatnya 07 Oktober 2012. Atas restu dan izin dari putri Engkong Saleh bin Salman, yaitu Ibu Hj. Tati Rumiyati Saleh binti H. Muhammad Saleh bin Salman, Beliau berkenan untuk menyerahkan dan mewariskan sekaligus memberikan mandat kepada Engkong Salim bin Sinan untuk mewariskan dan mengembangkan silat aliran Paseban. Perguruan ini kemudian diberi nama Keluarga Pencak Silat (KPS) Gerak Paseban yang di dalamnya Ibu Tati sendiri menjadi Guru Besar Kehormatan KPS Gerak Paseban.

Aliran silat ini memiliki beberapa ciri khas, di antaranya serangannya yang mengandalkan tenaga (power), pukulan-pukulan jauh, variasi teknik tangkapan, kuncian, patahan dan juga bantingan termasuk beberapa teknik pergumulan. Pola serangannya selalu maju, tidak ada mundur. Dalam jarak menengah akan dilancarkan serangan mulai dari pukulan, tendangan, sikutan, dan dengkul.

Ketika dalam jarak rapat, maka kuncian, tangkapan, patahan dan bantingan yang akan dilancarkan.

Ajaran Silat Paseban memiliki 18 jurus dengan 6 jurus sebagai jurus dasar. Selain itu ditambah dengan variasi Jurus Praktek yang jumlahnya bisa mencapai sekitar 350 teknik. Semua prinsip dan gerakan asli terus dilestarikan dan pertahankan mengingat sejarah dan kearifan yang masih diwariskan turun temurun.

Salah satunya adalah bahwa silat adalah untuk “Menjaga Diri bukan Membela Diri” dikarenakan Keluarga Pencak Silat Gerak Paseban senantiasa berusaha untuk menjaga diri agar tidak berbuat kesalahan dan selalu menjaga tali silaturahim sesama manusia.

Dengan moto “DENGAN SHOLAT DAN SILAT KAMI MENJAGA DIRI” diharapkan semua anggota KPS GERAK PASEBAN senantiasa menjadi pribadi yang sholeh, arif, bersahaja dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, Nusa dan Bangsa.

Setiap Anggota tidak boleh menggunakan ilmunya untuk berbuat kemunkaran dan bersikap sombong. Akan tetapi diharapkan semua anggota KPS menjadi pribadi yang sholeh, arif, bersahaja dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, Nusa dan Bangsa.GERAK PASEBAN senantiasa harus digunakan untuk mencari banyak saudara dan selalu menjalin silaturrahim kepada sesama manusia.

Salah satu jurus yang paling mashur adalah Gerak Paksa Melintang patah (Jurus PASEBAN), selain itu ada  Jurus Pancer, Jurus Sembilan Beset, Jurus Sembilan Deprok dll.

Makna yang terkandung dalam setiap jurus adalah, bahwa jika kita akan menyerang maupun menerima serangan harus dapat membuat lawan melintang. Sehingga dapat dipatahkan semua serangannya dan dapat membedakan antara serangan yang bersifat  hanya bercanda dengan serangan yang berbahaya.

Saat ini, KPS Gerak Paseban memiliki 360 siswa dengan 15 orang pelatih. Beberapa tempat latihannya adalah kediaman Engkong Salim di Depok; Pesantren Riyadhul Jannah, Jampang Parung; Pesantren Al- Hidayah Boarding School (HBS), Rawa Denok, Sawangan Depok; serta SDN Kalimulya 3 Kebonduren , Depok.

Tidak semua orang dapat diterima menjadi siswa. Semua harus melalui tahap penyaringan dan tanya jawab.  Setiap yang belajar silat ini harus yakin akan Jurus PASEBAN. Hanya orang yang berhati bersih lah yang dapat menerima jurus-jurus di perguruan ini.

Sumber : Kampoeng Silat Jampang

Perguruan Pencak Silat Nasioal Perisai Diri (PD)

Loading

Salah satu dari sepuluh perguruan silat yang mendapat predikat Perguruan Historis adalah Perisai Diri, karena mempunyai peran besar dalam sejarah terbentuk dan berkembangnya Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI).

Jika ingin mengetahui latar sejarah Perisai Diri, kita tidak bisa melepaskan diri dari riwayat pendirinya, (Alm) RM Soebandiman Dirdjoatmodjo. Beliau adalah putra RM Pakoe Soedirdjo, bangsawan Keraton Paku Alaman, Yogyakarta. Keluarga Pak Dirdjo (demikian panggilan akrabnya) mengharapkan dirinya bisa menjadi guru ketika dewasa. Alasannya, profesi guru memiliki derajat yang mulia di tengah masyarakat.

Namun, Dirdjo kecil yang saat kecilnya dipanggil Soebandiman atau Bandiman ini telah menunjukkan bakatnya di bidang silat. Pada usianya yang masih belia, Dirdjo kecil telah menguasai banyak jurus yang diajarkan di Keraton Paku Alaman, dan telah ditunjuk oleh temanteman seperguruannya sebagai pelatih.

Saat beranjak remaja, Pak Dirdjo merasa belum puas dengan ilmu silat yang telah didapatkannya di lingkungan istana Paku Alaman itu. Karena ingin meningkatkan kemampuan ilmu silatnya, setamat HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool) atau sekolah menengah pendidikan guru setingkat SMP, beliau meninggalkan Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan berjalan kaki. Tempat yang dikunjunginya pertama adalah Jombang, Jawa Timur.

Mengapa Jombang? Saat itu Pak Dirdjo beralasan, Jombang adalah kota ilmu, banyak pondok pesantren di sana. Biasanya, selaian diajarkan ilmu agama, para santri juga diajarkan ilmu silat. Di sana beliau belajar silat pada KH Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama dan lainnya diperoleh dari Pondok Pesantren Tebuireng. Di samping belajar, beliau juga bekerja di Pabrik Gula Peterongan untuk membiayai keperluan hidupnya.

Setelah merasa cukup lama di Jombang, pemuda Soebandiman kembali berkelana. Kali ini ia kembali ke barat. Ia menuju Solo, dan kembali belajar silat pada Sayid Sahab. Beliau juga belajar kanuragan pada kakeknya, Ki Jogosurasmo. Setelah selesai Solo, ia melanjutkan perjalanan ke Semarang, untuk berguru kepada Bapak Soegito yang beraliran Setia Saudara (SS).

Belum merasa puas, Pak Dirdjo kembali melanjutkan pengembaraannya, dan mempelajari ilmu kanuragan di Pondok Randu Gunting Semarang. Rasa keingintahuan yang besar pada ilmu beladiri menjadikan Pak Dirdjo masih belum merasa puas dengan apa yang telah beliau miliki. Dari         sana       beliau    menuju Cirebon setelah singgah terlebih dahulu di Kuningan. Di sini beliau belajar lagi ilmu silat dan kanuragan dengan tidak bosan-bosannya selalu

menimba ilmu dari berbagai RM Soebandiman Dirdjoatmodjo guru. Selain itu beliau juga belajar silat Minangkabau dan silat Aceh.

Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya membuat beliau tidak bosanbosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti mempelajari hal yang baru dan menambah ilmu. Beliau yakin, bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik, maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Beliau pun mulai meramu ilmu silat sendiri. Pak Dirdjo lalu menetap di Parakan, Banyumas, dan membuka perguruan silat dengan nama Eko Kalbu, yang berarti satu hati.

Di tengah kesibukan melatih, beliau bertemu dengan seorang pendekar Tionghoa yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie (Shaolinshi), Yap Kie San namanya. Yap Kie San adalah salah seorang cucu murid Louw Djing Tie dari Hoo Tik Tjay. Menurut catatan sejarah, Louw Djing Tie merupakan seorang pendekar legendaris dalam dunia persilatan, baik di Tiongkok maupun di Indonesia, dan salah satu tokoh utama pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Dalam dunia persilatan, Louw Djing Tie dijuluki sebagai Si Garuda Emas dari Siauw Liem Pay. Saat ini murid-murid penerus Louw Djing Tie di Indonesia mendirikan perguruan kungfu Garuda Emas.

Pak Dirdjo berpandangan, menuntut ilmu tidak boleh memandang usia dan suku bangsa. Ia pun mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem (Shaolin) ini dari Yap Kie San selama 14 tahun. Beliau diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa tetapi melalui pertarungan persahabatan dengan murid Yap Kie San. Melihat bakat Pak Dirdjo, Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid.

Pada tahun 1947 di Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi Pegawai Negeri pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Seksi Pencak Silat, yang dikepalai oleh Mochammad Djoemali. Berdasarkan misi yang diembannya untuk mengembangkan pencak silat, Pak Dirdjo membuka kursus silat melalui dinas untuk umum.Setelah puas merantau, beliau kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki Hajar Dewantoro (tokoh Pendidikan) yang masih pamannya, meminta Pak Dirdjo mengajar silat di lingkungan Perguruan Taman Siswa di Wirogunan. Di tengah kesibukannya mengajar silat di Taman Siswa, Pak Dirdjo mendapatkan pekerjaan sebagai Magazijn Meester di Pabrik Gula Plered.

Beliau juga diminta untuk mengajar di Himpunan Siswa Budaya, sebuah unit kegiatan mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Mada). Murid-muridnya adalah para mahasiswa UGM pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya.

Tahun 1954 Pak Dirdjo diperbantukan ke Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, Urusan Pencak Silat. Murid-murid beliau di Yogyakarta, baik yang berlatih di UGM maupun di luar UGM, bergabung menjadi satu dalam wadah HPPSI (Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia) yang diketuai oleh Ir Dalmono.

Tahun 1955 beliau resmi pindah dinas ke Kota Surabaya. Dengan tugas yang sama, yakni mengembangkan dan menyebarluaskan pencak silat sebagai budaya bangsa Indonesia, Pak Dirdjo membuka kursus silat yang diadakan di Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Dengan dibantu oleh Imam Romelan, beliau mendirikan kursus silat PERISAI DIRI pada tanggal 2 Juli 1955.

Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai silat Perisai Diri. Di sisi lain, murid-murid perguruan silat Eko Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo masih berhubungan dengan beliau. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo dan Yogyakarta. Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.

Silat Perisai Diri merupakan perpaduan berbagai aliran atau teknik beladiri yang telah diambil intisarinya dan disesuaikan dengan anatomi dan kebutuhan manusia. Gerakan dan jurus silat Perisai Diri pun mudah dimengerti dan gampang dipelajari oleh murid-muridnya. Teknik dan jurus-jurus yang diolah dan digabung itu antara lain: Jawa Timuran, Minangkabau, Betawi, Cimande, Burung Mliwis, Burung Kuntul, Burung Garuda, Kuda Kuningan, Linsang, Harimau, Naga, Satria Hutan, Satria, Pendeta, Putri Bersedia, Putri Berhias, Putri Teratai, dan Putri Sembahyang.

Perisai Diri memiliki motto “Pandai Silat tanpa Sakit”. Hingga kini motto ini masih tetap dipakai dan menjadi landasan Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai Diri dalam mengembangkan warisan budaya bangsa Indonesia. Bahkan saat ini silat Perisai Diri juga menyebar ke berbagai negara. Di Australia, Kelatnas Indonesia Perisai Diri mulai dikembangkan di Brisbane pada tahun 1979 oleh Dadan Muharam, seorang pelatih Perisai Diri Cabang Bandung. Perisai Diri berkembang pesat di Australia dengan cabang di berbagai daerah, di antaranya yaitu di Tarragindi, Kuraby, Logan, Ashmore, Burleigh Heads, Springbrook, Maleny, Nambour, Noosaville, Yandina, Gympie, Townsville, Coffs Harbour, Newcastle, Moruya Heads, Melbourne, Adelaide, Perth, dsb.

Kelatnas Indonesia Perisai Diri juga dikembangkan di Belanda oleh Ronny Tjong A-Hung sejak tahun 1979. Saat ini Perisai Diri Belanda telah berkembang dengan tempat latihan di Amsterdam, Hilversum, Maarssen, Nieuwegein, Utrecht, dan sebagainya. Pada tahun 1983, salah satu pelatih silat Perisai Diri yaitu Otto Soeharjono MS pindah tugas ke London, Inggris. Beliau mendirikan Kelatnas Indonesia Perisai Diri Komisariat Inggris Raya dan menjadi pelopor PSF UK (Pencak Silat Federation of United Kingdom).

Both Sudargo, salah satu pendekar silat Perisai Diri yang pernah menjabat sebagai Pengurus Bidang Pembinaan Pencak Silat Olahraga PB IPSI, pada tahun 1996 ditugaskan oleh pemerintah sebagai Atase Perhubungan di Kedutaan Besar RI di Tokyo, Jepang. Di negeri yang dikenal sebagai pusat beladiri dunia ini, beliau berhasil mengembangkan pencak silat dengan mendirikan JAPSA (Japan Pencak Silat Association). Dengan dibantu oleh Soesilo Soedarmadji, beliau mendirikan Kelatnas Indonesia Perisai Diri Komisariat Jepang.

Sumber : Kampung Silat Jampang

Perguruan Pencak Silat Satria Muda Indonesia (SMI)

Loading


Perguruan Pencak Silat Satria Muda Indonesia (SMI) merupakan pengembangan dari Perguruan “Baringin Sakti” yang didirikan pada tahun 1955 oleh tiga orang pemuda Minagkabau yakni H. Abu Zahar, H. Oemar Mahtub dan G.M.S Lebe.  Perguruan ini diresmikan pada tanggal 19 Juli 1987 di Lembah Pinus Ciloto, Bogor Jawa Barat. Para tokoh perintisnya adalah generasi muda murid – murid Alm.H. Abu Zahar, yaitu H. Prabowo Subianto,

Alm.H. Ismet Yuzairi, H. RAN Tanoedjiwa, Drs. Edward Lebe, Alm.H. Indra Chatib, Yan Yulidar, Ir. Lukman RG, Ir. Erizal Cal Chaniago, dan H. Robinsyah Gaffar.

Pada perkembangannya, SMI juga merangkul tokoh aliranaliran silat yang ada di Nusantara untuk bisa bergabung dan menjadikannya sebagai pelajaran dalam perguruan ini. Tercatat aliran silat Minang seperti Silek Tua, Silek Buayo, dan Silek Sitarlak. Kemudian silat Sunda seperti Cikalong, Cimande dan Sabandar. Ada juga silat Betawi seperti Bongkar Kandang dan Beksi serta aliran silat lainnya yang juga diajarkan di perguruan ini.

Konsep pengajarannya SMI adalah, setiap murid diberi pemahaman jurus atau kaedah perguruan SMI. Pada tingkatan tertentu, mereka dipersilahkan mengikuti spesialisasi aliran yang diminati. Jika seorang murid berminat mendalami Cimande, maka ia akan belajar pada guru Cimande yang sudah bergabung di perguruan SMI ini, demikian juga bila ingin belajar aliran silat lainnya.

Ada makna yang mendalam dari lambang perguruan pencaksilat Satria Muda Indonesia, yaitu :Makna Satria Muda adalah pendekar yang kuat lahir dan batin, pemberani dan ksatria, bijaksana dan sopan santun, berbudi luhur dan kasih sayang, penuh cinta serta berbakti kepada tanah air dan Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan pertama didirikannya perguruan ini adalah untuk menghimpun, melestarikan dan mengembangkan aliran seni budaya pencak silat tradisional Indonesia. Para murid yang bergabung dalam SMI dilatih dan dididik tentang keilmuan pencak silat, mulai dari filosofi, semangat juang, hingga mental Silat. Kedisiplinan juga sangat menonjol dalam sistem kepelatihan di perguruan ini.

  1. Tendangan Kaki Kedelapan Penjuru, bermakna bahwa Perguruan Pencak Silat Satria Muda Indonesia tersebar di segala perjuru tanah air. Bahkan ada juga yang sampai ke mancanegara.
  2. Bendera Merah Putih, artinya: bahwa PPS SMI berada di bawah naungan NKRI (Negara Kesatuan Replublik Indonesia). Di sini ada dua warna, putih dan merah. PUTIH : suci, suci dalam perkataan dan perbuatan. MERAH : berani. Berani di sini dalam konteks membela kebenaran dan keadilan.
  3. Keris memiliki makna bahwa PPS SMI merupakan warisan leluhur dan sudah menjadi budaya bangsa Indonesia.
  4. Buhul Daun Padi, bahwa daun padi itu tipis, lentur dan tajam. Begitupun juga dalam gerakan lentur tapi bisa melukai lawan. Tidak hanya itu PPS.SMI juga sangat fleksibel.
  5. Padi; seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk. Diharapkan untuk semua anggota agar tidak sombong PPS SMI ketika punya ilmu tinggi.
  6. Ikatan Padi bermakna semua anggota ikatan PPS SMI mempunyai saudara satu dengan yang lain.

Konon, perguruan silat ini didirikan dari keprihatinan mantan Komandan Jenderal Kopassus, Letjen (Purn). Prabowo Subianto atas minimnya minat masyarakat Indonesia terhadap bela diri khas Indonesia ini. Mereka lebih bangga dan suka mengikuti latihan bela diri yang datang dari negeri asing seperti Karate, Taekwondo, dan yang lainnya. Terlihat di era tahun 80-an menjamur dojo/ club bela diri asing,  sementara pencak silat tidak dilirik.

Bahkan di hampir semua Sekolah (SMP, SMU, Universtas) tidak ada yang membuka ekstra kurikuler silat.

Dari keprihatinan inilah kemudian berkumpul berbagai guru atau pendekar dan berbagai perguruan silat di Nusantara seperti disebutkan di atas. Pada awal dibentuknya, para pendekar dan guru tersebut mengikhlaskan jurus dan tehnik andalan mereka dijadikan kurikulum PPS-SMI, jadi bagi pesilat muda yg baru bergabung di SMI diajarkan jurus/tehnik yg sudah dibuatkan kurikulum. Almarhum Indra Chatib ditugaskan untuk menggodok kurikulum tersebut sampai dijadikan sebuah buku pedoman latihan.

JANJI SATRIA MUDA INDONESIA :

  1.   Akan mengikuti latihan dengan penuh disiplin
  2.   Tidak akan berkhianat terhadap perguruan
  3.   Tidak akan mencelakakan guru dan saudara seperguruan     Ilmu yang didapat akan dipergunakan untuk membela kebenaran dan keadilan
  4.   Ilmu yang didapat hanya akan diajarkan kembali kepada yang berhak

Sumber : Kampung Silat Jampang

Perguran Pencak Silat Beksi Tradisional Merah Delima (BMDI)

Loading

Pencak Silat tidak bisa lepas dari masyarakat Betawi. Ia telah mewarnai kehidupan masyarakat yang mendiami Sunda Kelapa atau Jayakarta sejak beberapa abad lalu. Dahulu, silat menjadi ilmu yang “wajib” dipelajari bagi anak muda Betawi. Selain untuk membekali diri ketika berhadapan dengan centeng, tuan tanah, dan kompeni,

Sama seperti aliran silat tradisional lainnya yang namanya merujuk pada suatu daerah asal, seperti Cimande dan Cikalong, banyak aliran silat Betawi yang merunut pada asal kampung atau daerah perkembangannya. Selain itu, masyarakat Betawi juga lebih sering mengidentifikasi dirinya berdasarkan lokalitas mereka dalam pergaulan sehari-hari, seperti orang Rawa Belong, orang Kemayoran, dan orang Senen. Demikian aliran silat mereka, kerap kali merujuk pada daerah-daerah itu, atau pada nama orang yang mengembangkannya.silat juga sering dipertunjukkan saat menggelar hajatan pernikahan. Bahkan, hingga saat ini, tradisi “Palang Pintu” yang menampilkan atraksi silat masih terus bertahan.

Sebagai kota perniagaan, sejak awal masyarakat Jayakarta sangat majemuk. Betawi sendiri bisa dibilang etnis yang lahir belakangan di Jayakarta, atau kini disebut Jakarta.

Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan kelompok etnis lainnya yang lebih dahulu hidup di Jakarta seperti Jawa, Sunda, Arab, Ambon, dan Melayu. Etnis ini diperkirakan baru terbentuk pada awal abad ke-19.

Kemajemukan ini berimplikasi pada akulturasi budaya, seni, adat istiadat, termasuk ilmu beladiri. Aliran silat Betawi banyak yang diwarnai oleh aliran silat lain seperti Cimande dari Sunda, Sabandar dari Melayu, dan Kuntau dari Tiongkok. Silat Beksi adalah salah satu aliran silat yang cukup dipengaruhi oleh ilmu beladiri China atau Tiongkok. Ia dikembangkan oleh murid-murid Lie Cheng Oek.

Syahdan, ada seorang petani keturunan China bernama Lie Cheng Oek (ada beberapa versi penulisan nama ini seperti Li Ceng Ok dan yang lainnya). Ia tinggal di sebuah desa di Dadap, Tangerang. Lie yang memiliki ilmu beladiri warisan leluhurnya, bersengketa dengan petani pribumi soal saluran air di sawah mereka. Karena keduanya memiliki ilmu beladiri, perselisihan itu pun berlanjut menjadi perkelahian. Namun, sebelum bertarung, mereka membuat perjanjian “Siapa yang kalah harus berguru kepada si pemenang”. Tradisi ini lazim di masa lalu, pesilat yang kalah akan berguru kepada yang menang, sebagai bentuk pengakuan dan sportifitas.

Setelah pertarungan sengit berakhir, petani pribumi itu mengakui keunggulan Lie. Ia pun harus memenuhi janji yang pernah diikrarkan. Sayangnya, ia merasa sudah terlalu renta untuk belajar ilmu beladiri lagi, sehingga ia mengutus anaknya yang bernama Marhali untuk berguru kepada Guru Lie. Marhali pun belajar hingga mahir menggunakan ilmu silat yang khas menggunakan kepalan tangan terbalik ini. Dari sini ilmu silat warisan Guru Lie kian santer terdengar. H. Ghozali yang datang dari Petukangan pun menjajal silat Marhali, dan akhirnya belajar kepadanya.

Ghozali yang kembali ke Petukangan, menularkan ilmu silatnya kepada teman-temannya, di antaranya H Hasbullah. Merasa masih haus ilmu silat, Kong Has, demikian ia akrab disapa, meniti perjalanan ke Dadap untuk menuntut ilmu langsung dari guru H. Ghozali, yaitu Marhali dan kemudian juga sempat belajar langsung kepada Guru Lie.

Hasbullah, adalah salah satu pendekar Beksi yang populer. Di tangannya pula, aliran silat ini semakin berkembang pesat, terutama di Jakarta dan sekitarnya. Kong Has, wafat pada 14 November 1989 dalam usia 126 tahun. Sebelum wafat Kong Has pun mengamanahkan ilmu silat Beksi kepada menantunya, Sabenuh Masir (Babeh Benuh), untuk melanjutkan dan mengembangkan silat Beksi.Cimande dari Sunda, Sabandar dari Melayu, dan Kuntau dari Tiongkok

Cerita di atas hanyalah salah satu versi dari sekian banyak cerita yang ada tentang sejarah silat Beksi. Cerita-cerita itu dituturkan secara lisan dari generasi ke generasi, sehingga tak jarang ada perbedaan yang mendasar antara satu cerita dengan cerita lainnya.

Secara harfiah, “BEKSI” diadopsi dari dua kata dalam bahasa Tionghoa, yaitu Bie yang berarti “pertahanan”, dan Si yang berarti “empat”. Jadi, BEKSI itu bisa dimaknai dengan Pertahanan dari Empat penjuru. Belakangan, BEKSI juga menjadi akronim dari “Berbaktilah Engkau Kepada Seruan Ilahi“. Ada pula yang memberi singkatan lainnya, yaitu “Berbaktilah Engkau Kepada Semua Insan”. Filosofi ini merupakan seruan aplikasi perbuatan baik yang wajib di jalani setelah seseorang belajar Beksi.

Sesuai namanya yang semula, jurus-jurus dari silat Beksi didominasi oleh gerakan yang menghadap empat penjuru mata angin. Gerakan dalam silat Beksi murni menggunakan fisik. Jurus-jurusnya didominasi oleh gerakan tangan yang cepat untuk melumpuhkan musuh. Sedikitnya ada 12 jurus, 9 formasi, dan 6 jurus kembangan yang harus dikuasai dalam ilmu silat Beksi.

Salah satu murid Babeh Nuh, Muali Yahya, merupakan tokoh penting dalam pengembagan silat Beksi. Kini ia mendirikan perguruan Beksi Merah Delima Indonesia (BMD). Di bawah kepemimpinan Bang Ali, demikian ia biasa disapa, silat Beksi sangat berkembang. Ia juga juga sangat aktif membawa Beksi menjalin silaturrahmi dengan perguruan- perguruan silat lain. Bahkan, Beksi kerap mengikuti pertukaran antarbudaya di berbagai provinsi.

Perguruan silat BMDI bermarkas di Jl. Gandaria 2 Bawah No. 34 Kel. Jagakarsa Kec. Jagakarsa Jakarta Selatan. BMDI sekarang dipimpin oleh Ketua Umum Ali Sobirin, dengan tiga orang Dewan Guru yaitu Abdurahman, Wahyudi, dan Suprya Wahyu, serta satu orang Guru Tama yaitu Muali Yahya.

Kekhasan yang terdapat dalam BMDI yang merupakan seni bela diri asal Betawi ini terletak pada kekuatan tangan, kecepatan, dan kekuatan untuk melawan serangan dari 4 penjuru dengan pukulan kepalan tangan yang terbalik. Adapun jurus andalan atau yang paling masyhur dari perguruan silat ini meliputi Beksi Dasar, Gedik, Tancep, Cauk, Lokbeh, Beksi Satu, Broneng, Tingkes, Kebut, Bandut, Petir, Silem, Bolang Baling, , Tunjang, Segitiga, Janda Berhias, Jalur Renda, dan Tajur Halang.

Banyak makna dan nilai yang terkandung dalam setiap gerakan, ajaran, maupun jurus-jurus di atas.  Setidaknya, semua jurus di perguruan ini terangkai dalam tiga kata, yaitu rasa, reaksi, dan gerak. Dalam pengajaran ilmu silatnya, BMDI tidak saja menekankan pada jurus-jurus yang mematikan, melainkan juga diperkaya dengan wejangan spiritual yang penuh makna. Seusai latihan, sang guru biasanya memberikan taushiyah, baik yang berkaitan dengan keagamaan, juga mengenai etika dan adab dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, pesilat Beksi tidak saja pandai memainkan jurus, memiliki kekuatan fisik dan beladiri yang mumpuni. Para pendekar Beksi diharapkan menjadi figur yang tangguh secara fisik serta mantap secara moral dan spiritual, juga bisa bermanfaat dan membawa kedamaian tuk dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya dimanapun dia berada.

Sumber : Kampung Silat Jampang